Sunday, February 24, 2013

taksonomi bloom

Dwi Cahyadi Wibowo

Taksonomi Bloom dan Perkembangannya
Taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan telah lama dikembangkan, dan tokoh yang begitu terkenal dengan konsep taksonominya adalah Benjamin, S. Bloom. Sehingga taksonomi pendidikan yang cetuskannya diabadikan dengan sebutan nama penemunya yaitu Taksonomi Bloom.
Pada awalnya, Benjamin S. Bloom menawarkan konsep taksonomi pendidikannya pada tahun 1948 di Boston. Dan perkembangan selanjutnya, Bloom sendiri hanya mengembangkan cognitive domain pada tahun 1956. Sedangkan affective domain dikembangkan oleh David Krathwohl bersama dengan Bloom dan Bertram B. Masia (1964). Selanjutnya disempurnakan lagi oleh Simpson (1972) dengan melengkapinya dengan psycho-motor domain.
Secara teoritis, menurut taksonomi Bloom ini, tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
a.       Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
b.      Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
c.       Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
Adapun taksonomi atau klasifikasi dari ketiga ranah di atas adalah sebagai berikut:
A.      Ranah Kognitif (cognitive domain)
Ranah kognitif ini adalah yang pertama kali dikembangkan oleh Bloom. Ranah kognitif adalah kemampuan yang merupakan hasil kerja otak. Bloom (1956) membagi ranah kognitif ini menjadi enam tingkatan kemampuan yang tersusun secara hierarkis mulai dari:  pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Artinya, ke enam tingkatan ini mulai dari, C1, C2, C3, C4, C5, dan C6 merupakan jenjang kemampuan mulai dari yang rendah sampai yang paling tinggi. Ranah ini meliputi beberapa aspek, yaitu:
1)      Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan yaitu kemampuan mengingat apa yang sudah dipelajari. Kemampuan ini berisi tentang kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dan sebagainya.
2)      Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman yaitu kemampuan menangkap makna dari yang dipelajari. Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yang diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dan sebagainya.
3)      Penerapan (Application)
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan hal yang sudah dipelajari ke dalam sesuatu yang baru dan konkrit. Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan lain-lain di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yang berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.
4)      Analisis (Analysis)
Analisis yaitu kemampuan untuk memerinci hal yang dipelajari ke dalam unsur- unsurnya agar struktur organisasinya dapat dimengerti. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yang ditimbulkan.
5)      Sintesis (Synthesis)
Sintesis yaitu kemampuan untuk mengaplikasikan bagian-bagian untuk membentuk satu kesatuan yang baru. Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
6)      Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi yaitu kemampuan untuk menentukan nilai sesuatu yang dipelajari untuk suatu tujuan tertentu. Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
B.       Ranah Afektif (affective domain)
Ranah Afektif adalah kemampuan yang dimunculkan seseorang dalam bentuk prilaku sebagai bagian dari dirinya. Kemampuan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan terhadap nilai-nilai moral yang harus dimilikinya, kemampuan dalam memberikan penilaian, dan bertingkah laku (bersikap). Untuk ranah afektif ini, Bloom bersama dengan Kratwohl mengklasifikasikan ke dalam beberapa tahapan, yaitu:
1)      Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

2)      Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
3)       Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
4)       Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
5)    Pembentukan Pola Hidup (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.
Krathwohl, Bloom dan Masia (1964), membagi ranah afektif ini dalam lima tingkatan mulai dari pengenalan, pemberian respon, penghargaan terhadap nilai-nilai, peng-organisasian, dan pengalaman. Kelima tingkatan ini me-rupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk menghasilkan suatu nilai-nilai atau sikap tertentu agar menjadi bagian dari diri seseorang. Kelima tingkatan ini merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk menghasilkan suatu nilai-nilai atau sikap tertentu agar menjadi bagian dari diri seseorang.
Berdasarkan pada kelima tingkatan yang dirumuskan oleh Bloom dan Krathwool tersebut di atas, maka Romiszowski dalam bukunya Producing Instruction System (1984), mengelompokkan aspek afektif tersebut menjadi dua tipe prilaku yang berbeda, yaitu:
1)      Riflek yang terkondisi (refkexive conditional), yaitu reaksi kepada stimuli khusus tertentu yang dilakukan secara spontan tanpa direncanakan lebih dahulu tujuan reaksinya.
2)      Sukarela (voluntary) adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ke tujuan tertentu dengan cara membiasakan dengan latihan-latihan untuk mengontrol diri.
C.  Ranah Psikomotorik (Psychomotor Domain)
Dalam rangkaian kategorisasi taksonomi pendidikan Bloom sebenarnya bukanlah utuh pemikiran Bloom semua. Akan tetapi adanya sumbangan pemikiran dan gagasan cemerlang lain dari para pemikir dan para ahli pendidikan lainnya. Hal ini terlihat ketika pada ranah afektif dalam taksonomi Bloom, Bloom bekerja sama dengan Kratwohl. Begitu juga dengan karakteristik yang dimunculkan pada ranah psikomotorik, di sana Bloom hanya sebagai peletak dasar taksonomi akan tetapi lebih jauh telah dikembangkan oleh Simpson, Dave, dan lain-lain.. Meski demikian, tetap saja taksonomi ini begitu kental dengan peletak dasar gagasannya, yaitu Benjamin S. Bloom, sehingga tidak heran jika sampai detik ini taksonomi tersebut terkenal dengan sebutan Taksonomi Bloom.
Ranah psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Keterampilan melakukan sesuatu tersebut, meliputi keterampilan motorik, keterampilan intelektual, dan keterampilan sosial. Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, namun dibuat oleh ahli lain tetapi tetap berdasarkan pada domain yang dibuat Bloom. Ranah psikomotorik ini dikembangkan oleh Simpson, dan klasifikasi ranah psikomotorik tersebut adalah:
1)      Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan. Persepsi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya ransangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.
2)      Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Kesiapan mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangakaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan rohani.
3)      Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
4)      Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. Ini mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangakaian gerakan dengan lancer karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan contoh yang diberikan.
5)      Respon Tampak Yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. Gerakan kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketrampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.
6)      Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. Adaptasi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan poila gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan taraf ketrampilan yang telah mencapai kemahiran.
7)      Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu. Penciptaan atau kreativitas adalah mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.
Selain Sympson, Dave juga mengemukakan pendapat terkait domain psikomotor, Khusus keterampilan motorik Dave (1967), membaginya dalam lima jenjang, yaitu: peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, dan naturalisasi. Secara visual jenjang keterampilan motorik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
klasifikasi ranah psikomotor dijabarkan sebagai berikut.
1.      Peniruan (Imitation) adalah mengamati perilaku dan pola setelah orang lain. Kinerja mungkin kualitas rendah.
2.      Penggunaan (Manipulation) adalah mampu melakukan tindakan tertentu dengan mengikuti instruksi dan berlatih.
3.      Ketepatan (Precision) adalah mengulangi pengalaman serupa agar menuju perubahan yang ke arah yang lebih baik.
4.      Perangkaian (Articulation) adalah koordinasi serangkaian tindakan, mencapai keselarasan dan konsistensi internal.
5.      Naturalisasi (Naturalitation): Setelah kinerja tingkat tinggi menjadi alami, tanpa perlu berpikir banyak tentang hal itu.

1 comment: