A.
Pengertian
Tes Bahasa
Azwar Annas (2012) menuliskan tes
menurut beberapa pakar sebagai berikut:
1. R.L.
Ebel dan D.A. Frisbie dalam bukunya Essentials of Educational Measurement
mengungkapkan, “ Test is a measure
containing a set of questions, each of which can be said have a correct answer”
yang berarti tes adalah ukuran yang
mengandung serangkaian pertanyaan,
yang masing-masing dapat dikatakan
memiliki jawaban yang benar.
2. G.
Sax dalam bukunya Principles of
Educational and Psychological Measurement and Evaluation mengungkapkan, “ Any planned procedure or series of tasks
used to obtain observation”yang berarti setiap prosedur yang direncanakan atau
serangkaian tugas yang digunakan untuk memperoleh observasi.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan tes adalah suatu
pertanyaan atau tugas yang terencana untuk memperoleh informasi tentang objek
atau sasaran tes yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai
jawaban atau ketentuan yang dianggap benar untuk memperoleh observasi.
Tes bahasa adalah suatu alat atau prosedur yang digunakan dalam melakukan
penilaian dan evaluasi pada umumnya terhadap kemampuan bahasa dengan melakukan
pengukuran terhadap kemampuan bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan
menulis.
B.
Pendekatan Tes Bahasa
Tes bahasa dalam kedudukannya memiliki kaitan yang amat erat
dengan komponen-komponen lain dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa,
terutama komponen pembelajaran yang mendasarinya yaitu
kegiatan pembelajaran. Hal serupa berlaku pula pada tujuan pembelajaran
untuk menyelenggarakan pembelajaran dengan seluruh rangkaian kegiatan
pembelajaran untuk mengetahui tingkat keberhasilan dilakukan evaluasi atau tes
bahasa dengan melihat ke empat kemampuan bahasa. Ke empat komponen itu
berkaitan satu sama lain.
Secara umum pendekatan terhadap bahasa yang akan menentukan
dan mendasari dalam menyelenggarakan pendekatan pembelajaran bahasa. Pendekatan
pembelajaran bahasa menentukan pendekatan dalam menyelenggarakan tes bahasa
berdasarkan ke empat kemampuan bahasa. Penyelenggaraan tes bahasa tergantung
pada sudut pandang dan unsur yang dianggap penting oleh para ahli.
Djiwandono (Dian Nuzulia, 2011) mengemukan perbedaan
pandangan pendekatan dalam menyelenggarakan tes bahasa dikelompokkan dalam
bentuk sebagai berikut.
1. Pendekatan
Tradisional.
2. Pendekatan
Diskret.
3. Pendekatan
Integratif.
4. Pendekatan
Pragmatik.
5. Pendekatan
Komunikatif.
1. Pendekatan
tradisional
Pendekatan
tradisional dalam tes bahasa dikaitkan dengan pembelajaran bahasa tradisional.
Pendekatan ini dirancang hanya untuk memenuhi kebutuhan akan keperluan sesaat.
Dengan kata lain, tes bahasa dilakukan terbatas pada kebutuhan untuk mengetahui
tingkat kemampuan tertentu seperti menulis dengan bahan ajar yang menitikberatkan
pada tata bahasa.
2. Pendekatan
diskret
Pendekatan
diskret dalam tes bahasa didasarkan atas paham linguistik struktural yang
menganggap bahasa sebagai sesuatu yang terdiri dari bagian-bagian yang tertata
menurut struktur tertentu. Dalam penggunaan tes pendekatan diskret, tes
ditujukan untuk mengukur hanya satu unsur dari komponen bahasa. Tes pendekatan
diskret diterapkan atas dasar pemahaman konvensional terhadap bahasa yang
terdiri dari empat kemampuan bahasa dan empat komponen bahasa sebagai berikut.
Tabel
Komponen Bahasa dan Kemampuan Bahasa Berdasarkan Pendekatan diskret
Komponen Bahasa
|
Kemampuan Bahasa
|
|||
Menyimak
|
Berbicara
|
Membaca
|
Menulis
|
|
Bunyi Bahasa
Struktur
Bahasa
Kosakata
Kelancaran
Berbahasa
|
+
+
+
+
|
+
+
+
+
|
+
+
+
+
|
-
+
+
+
|
3. Pendekatan
integratif
Pendekatan
integratif yang diterapkan pada tes integratif juga berdasarkan pada paham
linguistik struktural dengan rincian bahasa ke dalam kemampuan dan komponen
bahasa dan unsur-unsurnya yang dapat dipisah. Meskipun demikian pendekatan tes
integratif tidak selalu tampil secara terpisah-pisah dapat juga dalam gabungan
(integrasi) antara satu unsur dengan satu atau lebih unsur bahasa lainnya.
Dengan kata lain, tes integratif mengukur tingkat penguasaan terhadap gabungan
dari dua atau lebih unsur bahasa.
4. Pendekatan
pragmatik
Pendekatan
pragmatik pada tes pragmatik berkaitan dengan kemampuan untuk memahami suatu
teks atau wacana. Pemahaman tidak terbatas pada bentuk dan struktur kalimat,
frasa dan kata dan unsur yang digunakan dalam teks atau wacana. Pemahaman lebih
jauh diperoleh melalui konteks ekstra linguistik, yaitu aspek pemahaman bahasa
di luar apa yang diungkapkan melalui bahasa dan meliputi segala sesuatu dalam
bentuk kejadian, pikiran, perasaan, persepsi, ingatan dan lain-lain. Penerapan
tes pragmatik yang paling sering dikaitkan dengan tes cloze, di samping dikte.
5. Pendekatan
komunikatif
Munculnya
pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula dari adanya
perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris pada tahun
1960-an menggunakan pendekatan situasional (Tarigan, 1989: 270). Dalam
pembelajaran bahasa secara situasional, bahasa diajarkan dengan cara
mempraktikkan/melatihkan struktur-struktur dasar dalam berbagai kegiatan
berdasarkan situasi yang bermakna. Namun, dalam perkembangan selanjutnya,
seperti halnya teori linguistik yang mendasari audiolingualisme ditolak di
Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1960-an dan para pakar linguistik
terapan Inggris pun mulai mempermasalahkan asumsi-asumsi yang mendasari
pengajaran bahasa situasional. Menurut mereka, tidak ada harapan/masa depan
untuk meneruskan mengajar gagasan yang tidak masuk akal terhadap peramalan
bahasa berdasarkan peristiwa-peristiwa situasional. Howatt (Tarigan, 1989: 270)
mengemukakan apa yang dibutuhkan adalah suatu studi yang lebih cermat mengenai
bahasa itu sendiri dan kembali kepada konsep tradisional bahwa ucapan-ucapan
mengandung makna dalam dirinya dan mengekspresikan makna serta maksud-maksud
pembicara dan penulis yang menciptakannya.
Ida
Bagus Putrayasa (2007) menambahkan mengenai teori dasar pendekatan komunikatif
ini adalah bahasa merupakan alat komunikasi sosial. Artinya sebagai berikut.
a. Bahasa
itu bagi orang per orang adalah alat untuk mengungkapkan perasaan, pikiran,
maksud, dan sebagainya kepada orang lain. Apa yang ada pada dirinya (misalnya
informasi) disampaikan kepada orang lain
agar orang lain pun memilikinya. Alat yang dipakai untuk menyampaikan itu adalah Bahasa.
b. Bahasa
adalah salah satu alat yang dipakai orang untuk berkomunikasi. Alat yang lain
masih banyak, misalnya: kentongan, gerak anggota tubuh, siulan, dan sebagainya.
Ida
Bagus Putrayasa (2007) juga mengemukakan implikasinya dalam kelas yakni sebagai
berikut.
a. Harus
ada interaksi verbal, baik antara guru dan siswa maupun siswa dan siswa.
b. Guru
tidak usah terlalu banyak berbicara, menjelaskan, atau menggurui, tetapi
menciptakan suasana yang baik agar siswa senang belajar dan senang
berbicara.
c. Guru
mendorong pengembangan kemampuan berkomunikasi siswanya. Lebih baik murid
berani berbicara dan mengemukakan pandapat meskipun dengan bahasa yang kurang
baik dan kurang benar daripada diam karena takut salah.
d. Hilangkan
hambatan
psikologis seperti takut salah,
sungkan, malu, dan sebagainya.
e. Beri
tugas: masalah dan memecahkan masalah.
Contoh: berilah
pelajaran yang bersifat bermain-main, kuis, teka-teki (seperti yang sering anda
tonton di televisi).
f. Upayakan
agar siswa mau berbicara dan menggunakan bahasa, apapun wujudnya. Bahasa
indonesia bercampur bahasa bali/bahasa daerah pun tidak apa-apa.
g. Suruh
siswa mengajukan pertanyaan secara lisan. Bagi murid menjadi dua kelompok besar
(deretan bangku): kelompok 1 bertanya, kelompok 2 menjawab, begitu bergantian.
h. Kembangkan
imajinasi anak dengan bahasa. Seperti:
Andaikata saya
menjadi ….
Buat rangkaian
cerita dari kata jarum sampai doa.
Pendekatan
komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi
komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan
prosedur-prosedur bagi pembelajaran 4 keterampilan berbahasa (menyimak,
membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan menghargai saling ketergantungan
bahasa. Ciri utama pendekatan komunikatif adalah adanya 2
kegiatan yang saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif
fungsional (functional communication
activies) dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi sosial (social interaction activies). Kegiatan
komunikatif fungsional terdiri atas 4 hal, yakni:
a. Mengolah
infomasi.
b. Berbagi
dan mengolah informasi.
c. Berbagi
informasi dengan kerja sama terbatas.
d. Berbagi
informasi dengan kerja sama tak terbatas.
Kegiatan
interaksi sosial terdiri atas 6 hal, yakni:
a. Improvisasi
lakon-lakon pendek yang lucu.
b. Aneka
simulasi.
c. Dialog
dan bermain peran.
d. Sidang-sidang
konversasi.
e. Diskusi.
f. Berdebat.
David
Nunan (Solchan T.W., dkk. 2001: 66) berpendapat ada delapan aspek yang
berkaitan erat dengan pendekatan komunikatif yaitu:
a. Teori
Bahasa Pendekatan Komunikatif berdasarkan teori bahasa menyatakan bahwa pada
hakikatnya bahasa adalah suatu sistem untuk mengekspresikan makna, yang
menekankan pada dimensi semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal
bahasa. Oleh karena itu, yang perlu ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi
bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
b. Teori
belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa kedua
secara alamiah.
c. Tujuan
mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi
komunikatif).
d. Silabus
harus disusun searah dengan tujuan pembelajaran dan tujuan yang dirumuskan dan
materi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa.
e. Tipe
kegiatan tukar menukar informasi, negosiasi makna atau kegiatan lain yang
bersifat riil.
f. Peran
guru fasilitator proses komunikasi, partisipan tugas dan tes, penganalisis
kebutuhan, konselor, dan manajer proses belajar.
g. Peran
siswa pemberi dan penerima, sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk bahasa,
tapi juga bentuk dan maknanya.
h. Peranan
materi pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi
nyata. Prosedur-prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif
lebih bersifat evolusioner daripada revolusioner. Adapun garis kegiatan
pembelajaran yang ditawarkan mereka adalah: penyajian dialog singkat,
pelatihan lisan dialog yang disajikan, penyajian tanya jawab, penelaah dan
pengkajian, penarikan simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitas produksi
lisan, pemberian tugas, pelaksanaan evaluasi.
Pendekatan
komunikatif dikaitkan dengan tes bahasa tentang konteks ekstra linguistik
seperti pendekatan pragmatik, namun cakupan yang lebih lengkap dan lebih luas,
karena bertitik tolak dari komunikasi sebagai fungsi utama dalam penggunaan
bahasa. Peranan dan pengaruh unsur-unsur non-kebahasaan yang lebih ditekankan
pendekatan ini. Kemampuan komunikasi berkaitan dengan penguasaan terhadap tiga
komponen utama, yaitu (1) kemampuan bahasa (language competence)
meliputi struktur, kosakata, makna, (2) kemampuan strategis (strategic
competence) yaitu kemampuan untuk menerapkan dan memanfaatkan
komponen-komponen kemampuan bahasa dalam berkomunikasi lewat bahasa. (3)
mekanisme psiko-fisiologis, yaitu proses psikis dan neurologis yang digunakan
dalam berkomunikasi lewat bahasa. Secara singkat kemampuan komunikatif sebagai
kemampuan yang digunakan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan situasi nyata,
baik secara reseptif maupun secara produktif (ability to use language
appropriately, both receptively and productively, in real situations).
C.
Jenis Tes Bahasa
Berikut ini adalah jenis tes bahasa yakni sebagai
berikut.
1. Jenis
Tes Bahasa Berdasarkan Pendekatan Kajian Bahasa
Berdasarkan
kriteria bagaimana bahasa dikaji dan ditelaah, maka tes dikembangkan
berdasarkan pandangan yang berbeda dalam memahami hakikat bahasa. Dari latar
belakang, menurut Djiwandono (Dian Nuzulia, 2011), pendekatan bahasa, jenis tes bahasa dapat
dikelompokkan menjadi sebagai berikut.
a. tes
bahasa diskret.
b. tes
bahasa integratif.
c. tes
bahasa pragmatik.
d. tes
bahasa komunikatif.
Dapat
dijabarkan sebagai berikut.
a. Tes
Bahasa Diskret
Tes
bahasa diskret adalah tes yang disusun berdasarkan pendekatan diskret dalam
linguistik, khususnya linguistik struktural seperti yang diuraikan sebelumnya.
Tes diskret dimaksudkan untuk menilai penggunaan satu bagian dari kemampuan dan
komponen bahasa tertentu. Dalam praktek pengajaran bahasa sehari-hari jarang
ditemukan tes ini, karena validitas masih dipersoalkan dan juga nilai
kepraktisan. Contoh tes diskret berdasarkan pendapat Djiwandono (Dian Nuzulia,
2011) meliputi tes membedakan satu bunyi bahasa dari bunyi bahasa yang lain,
melafalkan bunyi bahasa tertentu dan menyebutkan lawan kata dari kata tertentu.
Tabel Contoh Tes Bunyi Bahasa
Sasaran Tes
|
Tugas
|
Butir Tes
|
Kunci Jawaban
|
Bunyi Bahasa
|
Tuliskan konsonan cara pengucapannya
dengan alat ucap saling bersentuhan yang terdapat pada pelafalan kata-kata
berikut
|
baikpin
minum
|
/b//p/
/m/
|
Kosakata
|
Tulislah lawan kata dari kata-kata
berikut
|
riuhmenulis
hidup
|
sunyimembaca
mati
|
Tata Bahasa
|
Tulislah kata baku dari kata-kata
berikut
|
nopemberapotik
ijin
|
novemberapotek
izin
|
b. Tes
Bahasa Integratif
Tes
bahasa integratif adalah tes bahasa yang untuk mengerjakannya dituntut
penguasaan terhadap bukan satu melainkan gabungan dari dua atau lebih unsur
kemampuan atau komponen bahasa. Tes bahasa ini yang menjadi dasar penggabungan
dari unsur yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Tes bahasa
integratif berdasarkan pendapat Djiwandono (Dian Nuzulia, 2011) sebagai
berikut.
Tabel
Contoh Tes Bahasa Integratif
Sasaran Tes
|
Tugas
|
Butir Tes
|
Kunci Jawaban
|
Kosakata
|
Tuliskan sinonim dari kata yang
digarisbawahi
|
1. Bapak
Kamto,silakan masuk.
2. Guru
datang menemui bapak saya.
3. Lampunya
hidup
|
1. Tuan
2. Ayah
3. Menyala
|
Tata Bahasa
|
Tuliskan jenis kalimat dari kalimat-kalimat
berikut ini
|
1. Nelayan
mencari ikan.
2. Nelayan
mencari ikan dan petani menanam padi.
3. Sopir
itu menyalakan lampu mobilnya ketika hari menjadi gelap.
|
1. Tunggal
2. majemuk
3. majemuk
bertingkat
|
c. Tes
Bahasa Pragmatik
Tes
bahasa pragmatik adalah tes bahasa yang untuk mengerjakannya dituntut
penggunaan kemampuan pragmatik, yaitu pemahaman wacana berdasarkan penguasaan
terhadap unsur-unsur kemampuan linguistik (dalam bentuk penguasaan bunyi
bahasa, tata bahasa, kosakata dan lain-lain) serta kemampuan ekstra linguistik
(dalam bentuk pengetahuan tentang latar belakang isi dan pokok bahasan wacana).
d.
Tes Bahasa Komunikatif
Tes
yang dimaksud untuk memberi tugas kepada peserta tes melakukan kegiatan dengan
kemampuan bahasa tertentu, termasuk kemampuan komunikatif, tes komunikatif
perlu dikembangkan dengan kaitan yang jelas dengan konteks nyata. Canale dan
Swain (1980) menyatakan bahwa kompetensi
komunikatif mencakup (1) kompetensi gramatikal (grammatical competence), yaitu pengetahuan seseorang tentang
kaidah-kaidah gramatika bahasanya; (2)
kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic
competence), yaitu pengetahuan seseorang tentang kaidah-kaidah
penggunaan dan kaidah-kaidah wacana
dalam bahasanya; serta (3) kompetensi strategis (strategic competence), yaitu pengetahuan seseorang tentang
strategi-strategi komunikasi verbal dan nonverbal dalam bahasanya.
2. Jenis
Tes Bahasa Berdasarkan Sasaran Tes Bahasa
Menurut
Djiwandono (Dian Nuzulia, 2011), tes bahasa yang berdasarkan sasarannya, yaitu
kemampuan atau komponen bahan mana yang dijadikan fokus pengukuran tingkat
penguasaan-nya. Tes bahasa dapat dikategorikan sebagai tes yang sasarannya
adalah kemampuan bahasa, yaitu (1) tes kemampuan menyimak, (2) tes kemampuan
berbicara, (3) tes kemampuan membaca dan (4) tes kemampuan menulis. Tes yang
sasarannya komponen bahasa seperti (5) tes kemampuan melafalkan, (6) tes
kemampuan kosakata dan (7) tes kemampuan tata bahasa, karena sasaran utamanya
adalah tingkat penguasaan kemampuan bahasa, dan tingkat penguasaan melafalkan atau
penguasaan tata bahasa dan sebagainya.
a. Tes
Kemampuan Menyimak
Sasaran
utama tes kemampuan menyimak adalah kemampuan peserta tes untuk memahami isi
wacana yang dikomunikasikan secara lisan langsung oleh pembicara, atau sekedar
rekaman. Tes kemampuan menyimak dapat dipusatkan pada kemampuan memahami
fakta-fakta yang secara eksplisit dinyatakan, termasuk urutan-urutan
peristiwa atau kejadian, atau yang hanya dinyatakan secara implisit, mengenali
implikasi dari isi teks, mengambil kesimpulan dan lain-lain.
b. Tes
Kemampuan Berbicara
Tes
kemampuan berbicara dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan mengungkapkan
diri secara lisan. Tingkat kemampuan berbicara ini ditentukan oleh kemampuan
untuk mengungkapkan isi pikiran sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan
yang sedang dilakukan, bagaimana isi pikiran disusun sehingga jelas dan mudah
dipahami, dan diungkapkan dengan bahasa yang dikemas dalam susunan tata bahasa
yang wajar, pilihan kata-kata yang tepat, serta lafal dan intonasi sesuai
dengan tujuan dan sifat kegiatan berbicara yang sedang dilakukan.
c. Tes
Kemampuan Membaca
Sasaran
tes kemampuan membaca adalah memahami isi teks yang dipaparkan secara tertulis.
Tes membaca dapat berisi butir-butir tes yang menanyakan pemahaman rincian teks
yang secara eksplisit disebutkan, rincian teks yang isinya terdapat dalam teks
meskipun dengan kata-kata dan susunan bahasa yang berbeda, menarik kesimpulan
tentang isi teks, memahami nuansa sastra yang terkandung dalam teks, memahami
gaya dan maksud penulisan di balik yang terungkap dalam teks.
d. Tes
Kemampuan Menulis
Tes
kemampuan menulis diselenggarakan dengan tujuan untuk mengukur tingkat
penguasaan kemampuan mengungkapkan pikiran kepada orang lain secara tertulis.
Pengukuran tingkat kemampuannya pada dasarnya mengacu pada relevansi isi,
keteraturan penyusunan isi dan bahasa yang digunakan. Penggunaan bahasa pada
tes menulis lebih menekankan penyusunannya, karena waktu yang lebih longgar
untuk memilih kata-kata dan menyusunnya dengan lebih tepat bahkan peluang untuk
memperbaiki dan melengkapi apa yang kurang jelas.
e. Tes
Kemampuan Melafalkan
Tes
kemampuan melafalkan diselenggarakan dengan tujuan untuk mengukur tingkat
kemampuan mengucapkan kata-kata, kalimat, dan wacana pada umumnya, secara jelas
dan tepat, sehingga apa yang diungkapkan mudah dimengerti. Tes melafalkan
menitikberatkan pada unsur-unsur yang penting untuk membuat pelafalan itu
mudah dipahami. Unsur-unsur itu meliputi kejelasan dan ketepatan pelafalan,
serta kelancaran dan kewajaran.
f. Tes
Kemampuan Kosakata
Tes
kemampuan kosakata bertujuan untuk mengukur tingkat penguasaan kemampuan
tentang makna kata-kata, baik pada tataran kemampuan pemahaman yang
pasif-reseptif, maupun kemampuan penggunaan aktif-produktif. Kedua sisi
penguasaan kosakata ini perlu dicermati untuk menentukan jenis tes yang akan
digunakan. Pada umumnya jenis tes objektif hanya dapat digunakan untuk
pengukuran kemampuan pasif-reseptif, sedangkan pengukuran kemampuan
aktif-produktif menggunakan tes subjektif.
g. Tes
Kemampuan Tata Bahasa
Sasaran
tes kemampuan tata bahasa adalah kemampuan memahami dan menggunakan tata bahasa
yang baik dan benar. Cakupan tata bahasa meliputi susunan kalimat pada tataran
sintaksis yang bagian dari wacana, yaitu frasa dan klausa serta susunan kata
pada tataran morfologi, yang berkaitan dengan pembentukan kata-kata dengan
melalui afiksasi atau imbuhan (prefiks atau awalan, infiks atau sisipan, sufiks
atau akhiran dan konfiks atau gabungan berbagai imbuhan).
3. Jenis
Tes Bahasa Berdasarkan Tes Bahasa Khusus
Menurut
Djiwandono (Dian Nuzulia, 2011), di samping tes bahasa yang telah diuraikan
secara khusus sudah dikenal, terdapat pula tes bahasa khusus yang tidak mudah
dan konsisten digolongkan ke dalam salah satu tes bahasa yang telah dikupas.
Kedua jenis tes bahasa itu adalah dikte dan tes cloze.
a. Tes
Dikte
Tes
dikte menyangkut lebih dari satu jenis kemampuan tau komponen bahasa dan
menugaskan peserta tes untuk menulis suatu wacana yang dibacakan oleh seorang
penyelenggara tes. Dalam penyelenggaraan tes dikte, seorang peserta tes hanya dapat
menuliskan apa yang didengarkan dari pemberi dikte dengan benar apabila dia
mampu mendengar dan memahami dengan baik wacana yang didiktekan (kemampuan
menyimak). Apabila peserta tidak mendengarkan secara utuh, ada kalanya peserta
tes menggunakan kemampuan bahasa yang lain berupa kemampuan tata bahasa
dan kosakata.
b. Tes
Cloze
Tes
cloze bertujuan untuk mengukur tingkat penguasaan kemampuan pragmatik,
yaitu kemampuan memahami wacana atas dasar penggunaan kemampuan linguistik dan
ekstralinguistik. Pengukuran tingkat penguasaan kemampuan pragmatik itu
dilakukan dengan menugaskan peserta tes untuk mengenali, dan untuk
mengembalikan seperti aslinya, bagian-bagian suatu wacana yang telah
dihilangkan.
4. Jenis
Tes Berdasarkan Fungsinya Sebagai Alat Pengukur Perkembangan Belajar Peserta
Didik.
a. Tes
Seleksi (الإمتحان الإنتخابى)
Tes
seleksi adalah yang sering disebut dengan “ujian saringan/ujian masuk”. Tes ini
dilaksanakan dalam rangka penerimaan siswa baru, hasil tes ini digunakan untuk
memilih calon peserta didik yang paling baik dari sekian banyak calon yang
mengikuti tes.
Tes seleksi dapat dilaksanakan secara lisan, secara tertulis dengan tes perbuatan, dan dapat juga ketiga jenis tes ini dilaksanakan secara serempak.
Tes seleksi dapat dilaksanakan secara lisan, secara tertulis dengan tes perbuatan, dan dapat juga ketiga jenis tes ini dilaksanakan secara serempak.
b. Tes
Awal (الإمتحان المبدئى)
Tes
awal sering disebut dengan istilah pre-test. Tes awal adalah tes yang
dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Materi tes
awal ditekankan pada bahan-bahan penting yang seharusnya sudah diketahui oleh
peserta didik sebelum pembelajaran diberikan. Tes jenis ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah
dapat dikuasai oleh peserta didik.
c. Tes
Akhir (الإمتحان النهائى)
Tes
akhir sering disebut dengan istilah post-test. Tes ini bertujuan untuk mengetahui
apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai
dengan baik oleh peserta didik. Materi tes akhir adalah bahan-bahan pelajaran
yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada peserta didik, dan biasanya
naskah tes akhir dibuat sama dengan naskah tes awal.
d. Tes
Formatif (الإمتحان اليومى)
Tes
formatif yaitu tes yang diberikan untuk memonitor kemajuan belajar selama
proses pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikankan dalam tiap satuan unit
pembelajaran. Manfaat tes formatif bagi peserta didik adalah.
1) Untuk
mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi dalam tiap unit
pembelajaran.
2) Merupakan
penguatan bagi peserta didik.
3) Merupakan
usaha perbaikan bagi siswa, karena dengan tes formatif peserta didik mengetahui
kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
4) Peserta
didik dapat mengetahui bagian dari bahan yang mana yang belum dikuasainya.
e. Tes
Summatif (الإمتحان النصف السنوى)
Tes
sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui penguasaan atau pencapaian
peserta didik dalam bidang tertentu. Tes sumatif dilaksanakan pada tengah atau
akhir semester.
f. Tes
Penempatan
Tes
penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan yang akan
dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik ditempati atau
dimasuki peserta didik dalam belajar.
g. Tes
Diagnosis(الإمتحان الفحصى)
Tes
diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagosis penyebab kesulitan yang
dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan lain-lain yang
mengganggu kegiatan belajarnya.
5. Teknik
Penilaian Dengan Tes Komunikatif
Berikut ini kriteria ciri tes komunikatif yang perlu
diperhatikan.
a. Kriteria
kelayakan alat tes, yaitu kesesuaian alat tes dengan tujuan dan bahan
pembelajaran.
b. Kriteria
kesahihan alat tes, meliputi:
1) kesahihan
isi, yaitu menunjuk pada pengertian apakah alat tes itu mempunyai kesejajaran
(sesuai) dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diajarkan.
2) kesahihan
konstruk atau konsep, berkaitan dengan konstruk atau konsep bidang ilmu yang
akan diuji kesahihan tesnya. Konstruk merupakan suatu asumsi, hipotesis yang
berkenaan dengan suatu bidang ilmu.
Kesahihan konstruk menunjuk pada pengertian apakah tes yang disusun itu
telah sesuai dengan konsep ilmu yang diteskan.
3) kesahihan
ukuran (norma, standar, kriteria) menunjuk pada pengertian seberapa jauh siswa
yang sudah diajar dalam bidang tertentu
menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dari pada yang belum diajar.
4) kesahihan
sejalan, menunjuk pada pengertian apakah tingkat kemampuan seseorang pada suatu
bidang yang diteskan mencerminkan atau sesuai dengan skor bidang yang lain yang
mempunyai kesamaan karakteristik.
5) kesahihan
ramalan, menunjuk pada pengertian apakah sebuah alat tes mempunyai kemampuan
untuk meramalkan prestasi yang akan dicapai kemudian.
c. Kriteria
ketepercayaan alat tes menunjuk pada pengertian apakah suatu tes dapat mengukur
secara konsisten sesuatu yang akan diukur dari waktu ke waktu.
d. Kriteria
kepraktisan, meliputi:
1) keekonomisan,
pertimbangan keekonomisan melihat tes dari segi mahal atau tidaknya pelaksanaan
tes akan dilakukan
2) pelaksanaan,
sebuah tes yang baik dalam hal ini dilihat dari segi praktisnya adalah tes yang
mudah dilaksanakan atau diadministrasikan. Artinya, pelaksanaan tes itu tidak
menuntut berbagai fasilitas yang rumit atau yang tidak dimiliki oleh sekolah.
3) penskoran,
pemilihan sebuah alat tes hendaknya juga mempertimbangkan kumudahan penskoran
terhadap hasil pekerjaan siswa.
4) penafsiran,
kemudahan penafsiran terhadap hasil tes juga merupakan suatu hal yang perlu
dipertimbangkan. Sebuah tes yang baik tentunya disertai dengan pedoman
bagaimana menafsirkan hasil tes tersebut, apakah ia menuntut untuk ditafsirkan
berdasarkan norma standar atau norma kelompok, di samping itu juga adanya
pedoman untuk melakukan penghitungan-perhitungan.
Sebagaimana dikemukakan
sebelumnya bahwa kemahiran berbahasa meliputi empat subkemahiran, yaitu
(1) kemahiran menyimak; (2) kemahiran
berbicara; (3) kemahiran membaca; dan
(4) kemahiran menulis. Teknik dan prosedur penilaian kemahiran berbahasa Indonesia terhadap empat
subkemahiran tersebut disajikan berikut.
a. Teknik
dan Prosedur Penilaian Kemahiran Menyimak
Dalam
menjelaskan tes menyimak, Weir (1990)
menggunakan istilah menyimak pemahaman. Istilah ini digunakan dengan
meminjam istilah Vallete (1967) dengan alasan bahwa tujuan pokok tes menyimak
adalah mengukur pemahaman siswa dalam menyimak. Selanjutnya, dia memilah tes
menyimak itu menjadi dua, yaitu tes menyimak intensif dan tes menyimak
ekstensif.
1) Penilaian
Kemahiran Menyimak Intensif
Menyimak
intensif adalah jenis menyimak dengan tujuan memahami informasi yang
disampaikan secara tersurat dalam teks yang disimak. Dalam menyimak jenis ini, penyimak
tidak perlu melakukan penafsiran dan penerkaan lebih jauh terhadap isi teks
yang disimak. Penyimak tidak perlu membuat simpulan dengan melakukan analogi-analogi
terhadap teks lisan yang disimak dengan teks-teks lisan lain yang pernah
disimak. Penyimak juga tidak perlu
membuat simpulan dengan mendasarkan diri pada fakta-fakta, pengetahuan, atau
pengalaman dirinya selain yang tersurat dalam teks lisan yang disimak. Weir (1990) mengemukakan ada dua jenis tes
menyimak jenis ini, yaitu dictation dan listening recall.
Dikte
adalah model penilaian kemahiran menyimak intensif yang paling mudah dilakukan.
Dalam dikte, siswa harus memahami teks lisan yang disimaknya dan dalam waktu
yang bersamaan siswa harus menuangkan kembali teks lisan yang disimak itu dalam
bentuk tertulis. Teks tulis yang dihasilkan harus sama dengan teks lisan yang
disimaknya. Besar kecilnya perbedaan antara teks lisan yang didengarnya dengan
teks tulis yang dihasilkan menunjukkan kemahiran siswa tersebut dalam menyimak
teks lisan yang disimaknya. Teknik dan
prosedur penilaian kemahiran menyimak
jenis ini adalah (1) menyuruh siswa
untuk menyimak teks lisan dan pada saat yang bersamaan siswa ditugasi untuk
menuliskan teks lisan yang disimak itu;
(2) mengoreksi perbedaan teks
tulis yang dihasilkan dengan teks lisan yang disimaknya; dan (3) menskor dan
memberikan nilai pada teks tulis yang dihasilkan siswa berdasarkan kriteria
tertentu.
Listening recall digunakan untuk mengukur ingatan siswa
terhadap wacana lisan yang disimaknya. Dalam menilai kemampuan menyimak jenis
ini digunakan teks tulis yang beberapa kata ke-n dalam teks tersebut dikosongkan
seperti cloze test yang digunakan untuk mengukur kemahiran
membaca pemahaman. Bedanya, teks yang digunakan dalam penilaian kemahiran menyimak
ini adalah teks yang disimak beberapa di antara kata yang ada dalam teks
tersebut dikosongkan sehingga seperti
cloze test dengan model selective deletion gap filling; lalu siswa
disuruh mengisi kata-kata yang dikosongkan itu.
Jumlah isian benar yang dilakukan siswa merupakan gambaran kemampuan
menyimak ingatan (listening recall)
siswa tersebut.
2) Penilaian Kemahiran
Menyimak Ekstensif
Menyimak
ekstensif ialah upaya memahami isi teks
lisan yang disimak secara komprehensif, tidak hanya isi teks lisan yang
disampaikan secara tersurat, tetapi juga yang disampaikan secara tersirat dan
tersorot. Oleh karena itu, penilaian
kemahiran menyimak ekstensif tidak hanya mengukur kemampuan siswa dalam memahami
isi teks lisan secara tersurat, tetapi juga yang disampaikan secara tersurat
dan tersorot. Menurut Weir (1990), ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengukur
kemahiran menyimak jenis ini, yaitu (1) teknik tes bentuk
pilihan ganda (multiple-choice questions); (2) teknik tes bentuk
jawaban singkat (short answer
questions); dan (3) teknik transfer informasi (information transfer techniques).
Penilaian
kemahiran menyimak ekstensif dengan bentuk pilihan ganda dilakukan dengan
menggunakan teks lisan yang disertai dengan sejumlah pertanyaan yang disusun
dalam bentuk pilihan ganda. Penyusunan pilihan jawaban, baik jawaban benar
maupun pengecohnya, tidak hanya didasarkan pada informasi yang dinyatakan secara tersurat dalam teks, tetapi juga
didasar siswa. Dalam teks itu, kata-kata
yang dikosongkan dipilih kata-kata yang berjenis kata isi (content words) sehingga sama dengan selective deletion gap filling. Teknik dan prosedur penilaiannya
adalah (1) memperdengarkan teks lisan kepada siswa; (2) memberikan “teks tulis”
yang sama dengan teks lisan yang baru diperdengarkan kepada siswa, tetapi pada
informasi yang dinyatakan secara tersurat dan tersorot. Prosedur penilaiannya
adalah (1) memperdengarkan teks lisan kepada siswa dan siswa ditugasi untuk
menyimaknya; (2) memberikan sejumlah
soal pilihan ganda (dapat dilakukan secara lisan dan dapat pula
dilakukan secara tertulis); lalu (3) mengoreksi dan menilai jawaban siswa.
Jumlah jawaban benar yang dimiliki siswa merupakan gambaran kemahiran menyimak
ekstensif siswa yang bersangkutan.
Langkah,
penilaian dan bentuk teknik tes
bentuk jawaban singkat hampir
sama dengan teknik tes bentuk pilihan ganda, namun yang membedakannya
adalah teknik tes bentuk jawaban singkat tidak memberikan ruang untuk
pilihan jawaban.
Penilaian
kemahiran menyimak ekstensif dengan teknik transfer informasi dilakukan dengan
menugasi siswa untuk mentransfer isi teks lisan yang baru disimaknya dalam bentuk lain dengan bahasa mereka sendiri.
Transfer informasi itu dapat dilakukan secara lisan dalam bentuk berbicara dan
dapat pula dilakukan secara tertulis
dalam bentuk mengarang. Karena penilaian ini dimaksudkan untuk menilai kemahiran
menyimak, fokus penilaiannya harus mengacu pada kemahiran menyimak ekstensif,
yaitu menangkap informasi yang disampaikan secara lisan kepada penyimak. Teknik
dan prosedur penilaiannya adalah (1) memperdengarkan teks lisan kepada siswa
dan siswa ditugasi untuk menyimaknya;
(2) menyuruh siswa untuk menuangkan
kembali isi teks lisan yang baru disimaknya secara lisan
dalam bentuk berbicara atau dalam bentuk tertulis dalam bentuk mengarang; lalu (3) mengoreksi dan menilai wicara atau karangan
siswa. Kebenaran informasi yang diungkapkan kembali oleh siswa, misalnya
kelengkapan, kepaduan, keruntutan, dan lain-lain merupakan gambaran kemahiran menyimak
ekstensif siswa yang bersangkutan.
b. Teknik
dan Prosedur Penilaian Kemahiran Berbicara
Berbicara
pada hakikatnya adalah kemahiran berkomunikasi lisan yang bersifat aktif
produktif dan spontan. Oleh karena itu, teknik dan prosedur penilaian kemahiran
berbicara harus mengacu pada hakikat kemahiran
berbicara tersebut. Weir (1990) menyatakan ada delapan teknik yang dapat
digunakan untuk mengukur dan menilai kemahiran berbicara ini, yaitu verbal essay, oral presentation, the free
interview, the control interview, information transfer: description of a
picture sequence, information transfer: questions on a single picture, interaction
tasks, dan role play.
Penilaian
kemahiran berbicara dengan verbal essay dilakukan dengan menyuruh
siswa untuk berbicara tentang topik umum dalam rentang waktu kira-kira tiga
menit. Teknik dan prosedur penilaiannya
adalah (1) menunjuk siswa tertentu untuk berbicara tentang topik umum dalam
rentang waktu kira-kira tiga menit; dan (2) siswa yang lain dan atau guru
mengadakan penilaian dengan berpedoman pada
rubrik penilaian kemahiran
berbicara.
Penilaian
kemahiran berbicara dengan oral presentation hampir sama dengan verbal essay. Bedanya adalah siswa ditugasi untuk berbicara
tentang topik tertentu yang sudah
dipersiapkan sebelumnya.
Penilaian
kemahiran berbicara dapat dilakukan dengan memberikan tugas kepada siswa untuk mengadakan
wawancara bebas. Teknik dan prosedur penilaiannya adalah (1) menyuruh siswa
untuk mengadakan wawancara kepada orang lain,
bisa kepada sesama teman; dan (2)
siswa yang lain dan atau guru mengadakan penilaian. Karena penilaian ini
bertujuan untuk menilai kemahiran berbicara pewawancara, bukan kemahiran
berbicara orang yang diwawancarai, fokus penilaiannya diarahkan pada kemahiran
berbahasa pewawancara.
Penilaian
kemahiran berbicara dengan menggunakan
wawancara terstruktur ini hampir
sama dengan penilaian kemahiran berbicara dengan menggunakan wawancara bebas. Bedanya terletak pada
digunakannya pedoman wawancara bagi
pewawancara. Oleh karena itu, prosedur
penilaiannya adalah (1) menyuruh siswa untuk mengadakan wawancara kepada orang
lain, bisa kepada sesama teman; (2)
siswa yang lain dan atau guru mengadakan penilaian. Di sini, fokus penilaian juga diarahkan pada kemahiran berbahasa pewawancara, bukan tingkat kemahiran berbicara orang yang
diwawancarai.
Dalam
penilaian kemahiran berbicara dengan menggunakan teknik information transfer:
description of a picture sequence ini dilakukan dengan menggunakan gambar
berangkai yang menggambarkan urutan peristiwa atau kejadian. Gambar berangkai
ini digunakan sebagai pancingan agar siswa berbahasa secara lisan dalam bentuk
berbicara. Teknik dan prosedur penilaiannya adalah (1) menyuruh siswa untuk
mengamati gambar berangkai yang sudah disediakan guru; (2) menyuruh siswa untuk menceritakan isi
gambar berangkai menurut penafsiran siswa;
dan (3) siswa lain dan atau guru mengadakan penilaian dengan menggunakan rubrik penilaian.
Penilaian
kemahiran berbicara dengan information
transfer: questions on a single picture
digunakan untuk mengukur dan menilai kemahiran berbicara siswa yang
kemahiran berbicaranya sudah cukup tinggi.
Dalam teknik ini, gambar yang digunakan berupa gambar tunggal. Prosedur
penilaiannya adalah (1) menyuruh siswa untuk mengamati gambar tunggal yang
sudah disediakan; (2) mengajukan sejumlah pertanyaan kepada siswa berkaitan
dengan isi gambar itu; (3) menyuruh
siswa untuk menceritakan isi gambar itu dengan berpedoman pada sejumlah
pertanyaan yang disediakan pada langkah (2);
serta (4) siswa lain dan atau
guru mengadakan penilaian dengan menggunakan rubrik penilaian kemahiran
berbicara.
Penilaian kemahiran berbicara dengan tugas berinteraksi digunakan untuk
menilai kemahiran berbicara siswa tingkat menengah, yaitu siswa yang sudah
mempunyai keberanian cukup untuk berinteraksi.
Dengan berpasangan, siswa ditugasi untuk saling mengisi informasi yang
diperlukan pasangannya. Prosedur penilaiannya adalah (1) menyuruh siswa untuk
berpasangan; (2) menyuruh pasangan itu
untuk berkomunikasi dan saling melengkapi demi terjadinya proses
komunikasi; serta (3)
siswa lain dan atau guru mengadakan penilaian dengan menggunakan rubrik
penilaian kemahiran berbicara.
Bermain
peran (role play) digunakan untuk
menilai tingkat kemahiran berbicara
siswa yang tingkat kemahiran
berbicaranya sudah cukup baik. Secara
berkelompok, siswa ditugasi untuk bermain peran, berinteraksi dengan menggunakan
bahasa seperti yang terjadi sesungguhnya dalam masyarakat. Prosedur
penilaiannya adalah (1) menugasi siswa untuk membentuk kelompok; (2) menugasi siswa untuk memilih peristiwa komunikasi
yang ada dalam masyarakat yang akan diperankan;
(3) menugasi siswa untuk berbagi peran yang diperlukan dalam peristiwa komunikasi itu; dan (4)
menugasi siswa untuk bermain peran sesuai dengan yang direncanakan.
Sebenarnya
masih ada teknik yang dapat digunakan untuk menilai kemahiran berbicara, yaitu
dengan memberi tugas berpidato. Teknik ini
dalam pelaksanaannya memerlukan waktu yang cukup banyak sehingga kurang
sesuai untuk menilai kemahiran berbicara sejumlah siswa sekaligus. Prosedur penilaiannya adalah (1) menugasi
siswa untuk membuat persiapan pidato;
(2) menugasi siswa untuk berpidato sesuai dengan persiapan yang sudah
dibuat; dan (3) siswa yang lain dan atau guru mengadakan penilaian dengan
menggunakan rubrik penilaian kemahiran berbicara.
Berikut
disajikan contoh rubrik penilaian
kemahiran berbicara. Rubrik ini dapat digunakan untuk menilai berbagai kemahiran berbicara sebagaimana
dikemukakan di atas.
Tabel rubrik penilaian kemahiran berbicara

c. Teknik
dan Prosedur Penilaian Kemahiran Membaca
Kemahiran
membaca dapat dipilah menjadi membaca
indah, membaca pemahaman, dan
membaca cepat. Dalam artikel ini
dipaparkan penilaian kemahiran membaca
teknik dan kemahiran membaca
pemahaman. Membaca teknik dikenal juga dengan istilah membaca indah. Pembaca
dikategorikan mahir apabila dapat membaca bersuara dengan pelafalan, jeda, nada, dan
intonasi yang tepat. Agar dapat membaca
indah dengan benar sudah barang tentu pembaca harus dapat memahami isi teks
yang dibacanya. Contoh membaca jenis ini
dapat dilihat pada saat pembaca berita di station TV tertentu membacakan
berita. Penilaian kemahiran membaca jenis ini mudah. Teknik dan prosedur penilaian membaca jenis
ini adalah (1) menyediakan teks yang
sesuai dengan tingkat siswa; (2)
menyuruh siswa tertentu untuk membaca teks bacaan yang telah disediakan; dan
(3) siswa lain dan atau guru mengadakan penilaian dengan rubrik penilaian
berikut.
Rubrik penilaian kemahiran membaca indah

Berkaitan
dengan penilaian kemahiran membaca
pemahaman, Weir (1990) menyatakan
ada tujuh teknik yang dapat digunakan dalam penilaian
kemahiran membaca pemahaman. Ke-tujuh
teknik itu adalah (1) dengan tes pilihan ganda (multiple-choice questions); (2) dengan tes jawaban singkat (short answer questions); (3) dengan
cloze test; (4) dengan selective deletion gap filling; (5)
dengan C-test; (6) dengan cloze elide; dan (7) dengan transfer informasi (information transfer).
Teknik dan prosedur penilaian kemahiran membaca
pemahaman dengan tes pilihan ganda dan jawaban singkat pada dasarnya hampir
sama. Yang membedakan adalah bentuk soal
yang disertakan pada teks bacaan yang digunakan
sebagai bahan penilaian, yaitu dapat digunakan soal berbentuk pilihan ganda dan
dapat digunakan soal berbentuk isian
singkat. Teknik dan prosedur penilaiannya dapat dipilah menjadi dua tahap,
yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap persiapan, teknik dan
dan prosedurnya meliputi (1) menyediakan teks bacaan yang sesuai dengan kemampuan siswa; (2) melengkapi teks bacaan tersebut dengan
sejumlah soal pilihan ganda atau isian singkat;
(3) kalau diperlukan mengujicobakan soal; dan (4) menggandakan soal.
Pada saat penilaian, teknik dan prosedurnya meliputi (1) menyuruh siswa untuk
membaca dan menjawab sejumlah pertanyaan yang telah disediakan; (2) mengoreksi lembar jawaban siswa; dan (3) mengadakan penilaian.
Teknik
dan prosedur penilaian dengan dengan cloze test, dengan selective
deletion gap filling, dengan C-test, dan dengan cloze
elide juga hampir sama. Pada tahap
persiapan, guru memilih teks yang sesuai dengan
tingkat kemahiran siswa. Dari
teks tersebut dikosongkan setiap kata ke-n untuk cloze test, setiap kata jenis tertentu ke-n
untuk selective gap filling, paroh kata ke-n untuk C-tes, dan menyisipkan
pilihan kata tertentu pada kata ke-n untuk cloze
elide. Selanjutnya, soal tersebut diujicobakan dan digandakan. Pada tahap
pelaksanaan, teknik dan prosedur
pelaksanaannya adalah (1) menugasi siswa untuk membaca teks; (2) menugasi siswa untuk mengisi bagian teks
yang rumpang atau memilih isian yang tepat;
(3) mengoreksi jawaban siswa; dan (4) mengadakan penilaian. Jumlah
jawaban yang benar mencerminkan tingkat pemahaman siswa terhadap teks tersebut.
Teknik
dan prosedur penilaian kemahiran membaca pemahaman dengan transfer
informasi juga dilakukan pada dua
tahapan. Pada saat persiapan, guru memilih teks yang sesuai dengan tingkat kemahiran siswa. Pada tahap pelaksanaan,
teknik dan prosedur pelaksanaannya adalah (1) menugasi siswa untuk membaca teks
yang telah disediakan; (2) menugasi
siswa untuk mengungkapkan kembali isi teks yang baru dibacanya ke dalam bentuk
tulis (mengarang) atau dalam bentuk lisan (berbicara); (3) mengoreksi jawaban siswa; dan (4)
mengadakan penilaian. Karena yang menjadi fokus penilaian di sini adalah
tingkat pemahaman siswa terhadap teks yang dibacanya, maka yang dinilai adalah
kesesuaian isi karangan siswa (bukan penggunaan ejaan, tanda baca, dan lain-lain) atau kesesuaian isi bicara
siswa (bukan pelafalan, jeda, dan lain-lain) dengan teks yang baru dibacanya.
d. Teknik
dan Prosedur Penilaian Kemahiran Menulis
Kemahiran
menulis adalah kemahiran menuangkan atau menyampaikan ide,
gagasan, perasaan kepada orang lain dengan menggunakan bahasa tulis. Kemahiran
menulis adalah kemahiran berbahasa yang bersifat aktif produktif tulis. Berbeda
dengan kemahiran berbahasa yang bersifat aktif
produktif lisan, dalam kemahiran menulis tersedia waktu yang cukup untuk
memperbaiki kesalahan berbahasa dengan cara mengoreksi kesalahan yang ada dalam
teks tulis yang baru dibuatnya. Berkaitan dengan ini, Weir (1990) menyatakan
bahwa penilaian kemahiran menulis dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) dengan
tugas menulis tidak langsung; dan (2)
dengan tugas menulis langsung.
Teknik
penilaian kemahiran menulis dengan tugas menulis tidak langsung dilakukan
dengan tugas mengedit teks bacaan yang beberapa bagiannya disengaja salah.
Kesalahan yang dimaksud dapat berupa kesalahan penggunaan ejaan, kesalahan
penggunaan tanda baca, kesalahan pilihan kata, kesalahan struktur frasa,
kesalahan struktur kalimat, dan sebagainya. Disebut tugas menulis tidak
langsung karena teks bacaan itu sudah disediakan oleh penyusun soal, bukan oleh
siswa. Tugas siswa adalah mengedit teks tersebut dengan membetulkan bagian-bagian teks yang salah sehingga teks
tersebut menjadi sebuah teks yang benar.
Penilaian
kemahiran menulis yang dilakukan dengan teknik menulis langsung dilakukan
dengan tugas menulis bebas (essay test) dan menulis terbimbing (controlled writing taks). Teknik ini disebut teknik menulis langsung
karena teks yang dihasilkan benar-benar ditulis langsung oleh siswa.
Siswalah yang membuat judul, mengembangkan paragraf, menyusun kalimat,
memilih kata, menggunakan ejaan, dan menggunakan tanda baca. Dalam tugas
menulis bebas, siswa diberi keleluasaan untuk memilih topik, judul karangan,
panjang karangan, dan sebagainya, sedangkan dalam tugas menulis terbimbing
siswa dibatasi pada, misalnya,
topik tertentu, jumlah paragraf,
panjang karangan, dan sebagainya.
Dalam
menilai karangan siswa dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu analitik
dan holistik. Penilaian secara analitik dilakukan dengan memberi tanda pada
setiap aspek kemahiran mengarang, mengelompokkannya, dan selanjutnya memberi
skor dan nilai berdasarkan aspek-aspek yang membangun kemahiran mengarang itu, sedangkan penilaian secara holistik
dilakukan dengan membaca secara utuh karangan itu dan secara
impresif penilai dapat
memberikan keputusan berapa skor dan
nilai karangan itu. Apabila penilaian dilakukan secara analitik, dapat digunakan
rubrik penilaian kemahiran menulis
berikut.
Rubrik
penilaian kemampuan menulis

Contoh Soal
Menulis dengan Pendekatan
Komunikatif
Sebagaimana
dikemukakan dalam uraian filosofi penilaian hasil pembelajaran kemahiran
berbahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan komunikatif, penilaian kemahiran
berbahasa itu tidak sama sekali meninggalkan penilaian terhadap kompetensi bahasa siswa.
Menurut Canale dan Swain (1980), kompetensi bahasa itu mencakup juga
kompetensi gramatikal, yaitu pengetahuan tentang kaidah tata bahasa.
Selanjutnya, Canale mengembangkan teorinya tentang kompetensi komunikatif yang
mencakup pula kompetensi linguistik
(Allison, 1999). Persoalannya adalah bagaimana butir soal yang mengukur
kemampuan bahasa, tetapi dirancang tetap menggunakan pendekatan
komunikatif. Berikut disajikan contoh yang digunakan untuk mengukur pengetahuan
tentang bahasa Indonesia dengan pendekatan komunikatif.
Soal Kemampuan
Memahami Imbuhan
Orang itu
mendapatkan penghargaan sebagai novelis terbaik. Kalimat berikut yang sama maknanya dengan kalimat ini
adalah …
A. Orang
itu mendapatkan penghargaan sebagai penjual novel terbaik.
B. Orang
itu mendapatkan penghargaan sebagai penyimpan novel terbaik.
C. Orang
itu mendapatkan penghargaan sebagai penulis novel terbaik.
D. Orang
itu mendapatkan penghargaan sebagai perawat novel terbaik.
Jawaban: C
Soal
ini tidak mengukur penguasaan teori tentang bahasa, tetapi mengukur kemampuan
siswa dalam berbahasa. Bandingkan dengan soal berikut!
Orang itu mendapatkan
penghargaan sebagai novelis terbaik. Arti imbuhan -is dalam kata novelis adalah
….
A. penjual
B. penyimpan
C. penulis
D. perawat
Jawaban: C
Soal
ini mengukur penguasaan siswa tentang teori bahasa, yaitu penguasaan siswa
tentang arti imbuhan –is, bukan kemampuan siswa dalam berbahasa. Soal ini
disusun tidak menggunakan pendekatan komunikatif.
Soal Kemampuan
Menulis
(1) Festival
bertajuk Banteng Nuswantara itu cukup menyedot puluhan ribu penonton.
(2) Salah satunya
dengan menggelar pertunjukkan kesenian tradisional bantengan.
(3) Mereka sangat
penasaran ingin melihat penampilan 110 bantengan itu.
(4) Beragam program
dilakukan di kota Batu untuk menunjang promosi pariwisata.
Keempat kalimat tersebut
dapat disusun menjadi paragraf yang baik
dengan urutan ….
A. (1),
(3), (2), (4)
B. (3),
(1), (2), (4)
C. (4),
(3), (1), (2)
D. (4),
(2), (1), (3)
Jawaban: D
dapat didownload di http://www.4shared.com/file/r_CVOyPx/makalah_tes_komunikatif.html.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
DUKUNG PROGRAM AMAL
No comments:
Post a Comment